Sabtu, 24 Oktober 2009

OSPEK MEMASUKI ZONA PERSEPSI NEGATIF


APA YANG SALAH ?

Masa-masa awal perkuliahan baru saja dimulai, untuk mahasiswa baru tentu saja ini sebuah moment yang harus disambut dengan segala kesiapan, karena selain langkah awal menuju gerbang kesuksesan, awal-awal perkuliahan merupakan saat-saat adaptasi mahasiswa terhadap suasana,lingkungan, dan kondisi  kampus yang serba baru dan sedikit berbeda, atau mungkin malah berbeda sama sekali, dengan saat-saat SMA dulu. Agar mahasiswa bisa cepat beradaptasi dengan kondisi kampus yang serba baru ini, banyak Perguruan Tinggi di Indonesia menggelar suatu event berjudul OSPEK (Orientasi Pengenalan Kampus), sebuah acara dari kampus yang mengenalkan bagaimana kondisi dan peraturan kampus kepada Mahasiswa, agar mahasiswa bisa menjalani kuliah dengan baik.
Dilihat dari tujuan awal, OSPEK memang memiliki niatan yang baik. OSPEK melatih kedisiplinan mahasiswa terhadap peraturan kampus, lebih cepat mendekatkan antara senior dan junior, lebih cepat mengenalkan lingkungan sekitar kampus, dan juga membentuk pribadi mahasiswa yang diharapkan oleh kampus. Namun, seiring berjalannya waktu, OSPEK seakan menjadi hal yang begitu mengerikan, sehingga tidak sedikit orangtua yang tidak mengijinkan anaknya mengikuti kegiatan OSPEK, apapun konsekuensinya kelak. Pihak perguruan Tinggipun banyak yang mulai alergi dengan kegiatan OSPEK, tidak sedikit Perguruan Tinggi yang mengharamkan diadakannya OSPEK, jika bisa sedikit disimpulkan OSPEK saat ini sudah memasuki zona persepsi negatif. Sebenarnya apa yang salah?
Jika dilihat lebih teliti, sebenarnya persepsi masyarakat lebih mengidentikan OSPEK dengan kekerasan, tidak salah memang, mengingat hampir kebanyakan OSPEK melibatkan unsur kekerasan di dalamnya. Tidak sedikit OSPEK yang memakan korban, mungkin kita bisa ambil contoh yang popular, kematian mahasiswa IPDN (dulu STPDN) akibat mendapat kekerasan dari seniornya, atau kematian mahasiswa ITB saat mengikuti kegiatan ospek jurusannya. Sebenarnya jika ditelaah lebih bijak, tak ada salahnya pelibatan unsur kekerasan di dalam OSPEK, selama takaran yang kita berikan adalah untuk mendidik, bukan untuk membalas dendam perlakuan senior kita sebelumnya kepada kita. Jika kita mengelola kekerasan dengan professional, kekerasan itu akan menjadi sebuah pendidikan dan pelatihan mental bagi si mahasiswa, sehingga mahasiswa memiliki jiwa yang kuat dan mental yang baik. Ambil contoh saja OSPEK di POLTEK UNAN yang mengadopsi sistem wajib militer, disana hukuman dipukul selang merupakan hukuman yang paling ringan, akan tetapi mahasiswa melakukannya dengan enjoy,dan setelah ospek selesai suasana kekeluargaanpun begitu terasa di dalamnya. Memang, kekerasan bukan hanya satu-satunya jalan, tapi setidaknya ini membuktikan bahwa jika kita mengelola kekerasan dengan tujuan mendidik kita akan menghasilkan sesuatu yang baik.
Lalu, bagaimana dengan OSPEK di POLMAN? Rasanya tak perlu kekerasan yang terlalu berlebihan, selama peserta melakukan apa yang diharapkan oleh panitia, rasanya hukumanpun tak perlu diberlakukan terlalu keras,walaupun mungkin jangan dihilangkan sama sekali, mungkin sedikit push-up tak apa, selama si panitia menerapkannya dengan bijak. Kita juga bisa mengganti kekerasan itu dengan hal-hal yang lebih positif,misalnya dengan jalan-jalan mengitari Kota Bandung sambil memunguti sampah atau menanam pohon. Pengawasan dari Pembinapun juga diharapkan bisa maksimal, karena dengan adanya  pembina,diharapkan bisa memberi sumbangsih saran,sehingga hal-hal yang tidak kita inginkan bisa dikurangi.

Komentar :

ada 0 komentar ke “OSPEK MEMASUKI ZONA PERSEPSI NEGATIF”

Posting Komentar

 

© 2009 Jurasicman. Published by JURASICMAN.

UKM PERS POLMAN BANDUNG : Admin : Ajie